Senin, 13 Agustus 2012

Tokoh-tokoh Sosiologi Setelah Comte

Pada entri sebelumnya, saya telah menulis tentang tokoh-tokoh sosiologi sebelum Comte. Sekarang, saya akan menjelaskan tentang tokoh-tokoh sosiologi setelah Comte. Berikut ini adalah mereka.
  1. Karl Marx (1818-1883), telah menggunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan.
  2. Herbert Spencer (1820-1903), adalah orang pertama yang menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Dalam bukunya yang berjudul Principle of Sociology, dia berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap, akan muncul suatu stabilitas yang menuju kepada keadaan hidup yang damai.
  3. Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) dan Le Play dari Prancis (1806-1888), dengan hasil karyanya yang berjudul History of Civilization in England (yang tidak selesai), Buckle meneruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat.
  4. Gabriel Tarde (1843-1904), mempunyai pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
  5. Horton Cooley (1846-1924), menganggap bahwa individu dan masyarakat salling melengkapi, dimana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat.
  6. Emile Durkheim (1855-1917), dalam karyanya yang berjudul Division of Labor, Durkheim menyatakan bahwa unsur baku dalam masyarakat adalah faktor solidaritas. Sedangkan hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, angapan-anggapan, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Selanjutnya Durkheim berpendapat bahwa dengan meningkatnya diferensiasi dalam masyarakat, reaksi kolektif yang kuat terhadap penyimpangan-penyimpangan menjadi berkurang di dalam sistem yang bersangkutan karena hukum yang bersifat represif mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi hukum yang restitutif.
  7. Ferdinand Tonnies dari jerman (1855-1936), berpendapat bahwa dasar hubungan kehidupan sosial di suatu pihak adalah faktor perasaan, simpati pribadi, dan kepentingan bersama.
  8. Georg Simmel (1858-1918), berpendapat bahwa elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk ynang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Bentuk-bentuk tadi sebenarnya adalah elemen-elemen itu sendiri. Menurut dia, berbagai lembaga di dalam masyarakat terwujud dalam bentuk superioritas, subordinasi, dan konflik. Seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi.
  9. Max Weber (1864-1920), menyatakan bahwa semua bentuk organisasi sosial harus diteliti menurut perilaku warganya, yang motivasinya serasi dengan harapan warga-warga lainnya. Juga menurut Weber, hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi suatu negara modern. Kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan tercapainya taraf tersebut adalah sistem kapitalisme dan profesi hukum.
  10. Alfred Vierkandt (1867-1953), menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi mental. Situasi-situasi tersebut tak dapat dianalisis secara tersendiri, tapi merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu dan kelompok dalam masyarakat.
  11. Leopold von Wiese (1876-1961), berpendapat bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antarmanusia tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar